Misteri Bukit Belakang
Sekolah
Pagi itu aku hampir saja telat untuk pergi ke sekolah, kalau saja
temanku Ricky tidak menawariku untuk naik motor bersamanya. “Untung ada lu bro,jadi
nggak telat nih gue thank’s bro” kataku sambil menepuk pundak besarnya, Dia pun hanya tertawa
menanggapi perkataan tadi dan kembali meminum segelas kopi yang telah ia beli
dari kantin sekolah. “Oh ya Vin,lu sore nanti ada kegiatan nggak?”,”ada perlu
apaan sih?” tanyaku,”udahlah ikut aja dulu,ntar juga lu tahu” kata Ricky
sambil beranjak pergi ke kursinya,akupun hanya diam menanggapi apa yang Ia
katakan . Mumpung besok libur juga sih pikirku. Tidak terasa akhirnya jam
sekolah pun usai, waktu menunjukkan pukul 13:45 WIB dan aku langsung bergegas pulang
ke rumah dengan berjalan kaki.
Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar kemudian menyalakan
komputer dan mengerjakan PR, agar nantinya bisa santai pas malam hari. Setelah
lama mengerjakan tugas,tiba-tiba adik perempuanku memanggil dari lantai bawah
“kak, turun ada temannya nih!”,”pasti si Ricky” pikirku,“iya sebentar..” ketika turun dari tangga aku
terkejut,ternyata yang datang adalah gadis yang jadi idola di sekolah
dan kebetulan juga dia teman sekelas gue dari kecil, inilah yang bikin
cowok lain iri ke gue karena bisa dekat banget dengannya. “Hei Vin..”
sapa gadis tersebut. Namanya Natasha Clifford, Ia adalah wanita cantik
keturunan Perancis-Amerika, ayahnya adalah pemilik perusahaan besar di bidang teknologi
komunikasi, sedangkan ibunya adalah seorang politikus muda. Inilah mengapa Ia
menjadi orang terkaya di sekolahku.
Namun, sifatnya yang baik, murah hati dan mudah bergaul inilah yang membuatnya
terkenal di sekolah,apalagi ditambah dengan wajah cantik dan juga bentuk tubuh
yang layaknya seorang model,bikin para cowok makin rajin ke sekolah. ”I.. i.. iya Nat,ada apa? Kok tumben”, ah sial
apaan sih kok gue jawabnya gitu. “Ini tadi topi kamu ketinggalan nih di
kelas,untung nggak aku buang”, “topi.. oh iya,lupa gue Nat hahaha..” “makanya jadi orang jangan
pelupa” katanya sambil sedikit tertawa. Kami pun asyik mengobrol di ruang
keluarga, tak lama setelah kami mengobrol akhirnya Natasha pamit pulang karena
ada urusan keluarga malamnya.
“Ada yang diapelin nih sore-sore haha..” ledek adikku yang sedang
sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam nanti, ”apaan sih kamu, udah sana
masak” kataku sambil segera membantu adikku memasak di dapur. Ya memang, dirumah
hanya ada kami berdua aku, Calvin dan adik perempuanku, Cathryn yang kini duduk
di bangku kelas tiga SMP. Kedua orang tuaku pergi begitu saja ketika aku masih
kelas tiga SD dan adikku yang saat itu masih TK, untungnya kemudian kami berdua
dirawat oleh paman dan terkadang oleh nenekku. Sudah dua tahun kami tinggal dirumah
warisan pemberian nenek. Pukul 18:28 WIB waktu berlalu terasa cepat, Ricky yang
mengajakku pergi pun tak kunjung datang sore tadi. Ah sudahlah, mungkin saja
dia lupa atau sibuk dengan kegiatan bandnya, tak ambil pusing akupun menonton
acara TV favoritku di ruang keluarga sambil menunggu makan malam. Kemudian, aku
dan adikku makan malam dengan
dilanjutkan dengan bermain game berdua di PS4 yang baru kubeli minggu
lalu, usai bermain aku menyempatkan diri untuk mengunci pintu dan jendela
memastikan semuanya aman serta mematikan lampu yang tidak perlu. Adikku pun
sudah pergi tidur duluan. Sesampainya dikamar, aku mengambil ponsel dan mengirim
pesan ke Ricky, menanyakan kenapa tidak jadi pergi tadi sore.
“Udah jam segini belum bales juga nih orang,tidur apa?” gerutuku
kesal. Pukul 10:23 WIB, sudah sejam yang lalu pesanku tidak dibales oleh Ricky.
Daripada menunggu lama akupun akhirnya tertidur dengan headset dari iPod
yang masih terpasang,memutar lagu-lagu dari DJ Martin Garrix dan lagu dari DJ lainnya. Tiba-tiba aku terbangun karena kaget ada suara telepon
yang berdering, ”jam segini siapa yang nelpon sih..” kulihat jam masih
menunjukkan pukul 02:30 WIB, hanya sebentar telepon tersebut berdering kemudian
mati. Aku malas mengangkat telepon itu karena pusing akibat terbangun secara
mendadak. “Ini nomor siapa coba? Ricky bukan, Natasha apalagi” pikirku dalam
hati. Lalu aku melanjutkan tidurku kembali sambil merapihkan headset yang
sudah terlepas dari telingaku saat tertidur, keatas meja. Pagi itu aku mencoba menelpon
kembali nomor tersebut, namun setelah beberapa kali kucoba tetap tidak dapat
dihubungi dan hanya ada informasi dari operator bahwa nomor yang dituju sedang
berada diluar jangkauan area.
“Kak, aku pergi dulu ya..” Cathryn pamit untuk pergi ke sekolah
karena ada eskul renang, “iya, hati-hati Cath..” jawabku. Akhirnya bebas juga
aku dirumah. Di sabtu pagi biasanya aku hanya duduk-duduk santai sambil minum
teh buatan Cathryn yang nikmat, ditemani biskuit coklat sungguh membuat suasana
libur semakin mantap. 30 menit berlalu sudah aku habiskan dengan ngeteh sambil
nonton TV, sampai suara bel rumahku berbunyi dan mengejutkanku dari acara
santai ini. Kuhampiri lalu kubuka pintu rumah, betapa senang bukan main
ternyata itu adalah Natasha yang datang berkunjung ke rumah. Ia tampak santai
saat itu,dengan rambutnya yang dikuncir memperlihatkan lehernya yang jenjang serta hanya mengenakan sepatu sandal dan rok berwarna krem yang menutupi
lutut denhgan atasan balutan kaus berwarna biru bertuliskan “Geek”. “Ada apa
Nat? Pagi-pagi begini” tanyaku, memang saat itu waktu masih menunjukkan pukul
08:36 WIB dan biasanya Dia main ke rumahku di siang hari setiap sabtu untuk
membantu adikku memasak.
“Vin, kamu lihat Ricky nggak semalam?” tanya Natasha, “nggak,dari
kemarin sore dia juga belum ada kabar Dia kemana” jawabku sambil mengajak
Natasha masuk ke ruang tamu. “Itu tadi teman satu bandnya menanyaiku di jalan..
karena sudah dari semalam nggak datang buat latihan dan susah untuk dihubungi”
kata Natasha cemas. Aku heran saat itu karena Ricky tidak pernah absen untuk
urusan hal itu, karena ia adalah seorang vokalis grup bandnya tersebut. “Apa
mungkin dia pergi ke sana ya” kataku, “kesana? Kemana Vin?” tanya Natasha heran
melihatku cemas. “Iya, Dia akhir-akhir ini sering membicarakan soal misteri
yang ada di kuil bukit belakang sekolah kita. Apa jangan-jangan Dia pergi
kesana ya?” kataku bingung, “Ngapain juga dia kesitu Vin, memangnya ada apa
disana?” tanya Natasha heran, “entahlah, bagaimana kalau kita kesana Nat?”
tanyaku kembali. Natasha diam sejenak dan menganggukkan kepala sambil berkata
“ok, kita berangkat sekalian malam mingguan kan?” tanyanya tersenyum, “Hahaha
iya deh iya..” jawabku kegirangan, “YES! Traktir ya Vin..” jawab Natasha
antusias. Akupun hanya tertawa sambil berjalan ke tangga.
Suasana kota cukup ramai siang ini, banyak kendaraan pribadi yang
keluar dijalan menyebabkan kepadatan lalu lintas, serta orang-orang yang berjalan di setiap sudut pertokoan pinggir
jalan dan taman kota mencari tempat untuk mengahabiskan akhir pekan. Aku dan
Natasha asyik mengobrol dengan segelas cup es serut vanila dengan
potongan buah-buahan, di taman. Setelah itu, kami pun melanjutkan perjalanan ke
bukit belakang sekolah dengan berjalan kaki, karena letak sekolah tidak terlalu
jauh dari rumahku, hanya berjarak kurang lebih 6 menit dari taman kota dan 12
menit dari rumahku. Sesampainya di bukit, aku dan Natasaha menyempatkan untuk
melihat pemandangan kota,siang ini sekitar pukul 12:53 WIB cuaca cukup berawan jadi tidak
terlalu panas. Di pinggir jalan bukit tidak jauh dari tempat kami melihat
pemandangan, terdapat sebuah tangga menuju kuil tua,yang terkenal akan cerita
mistisnya,Natasha memegang tanganku erat sembari kami berdua mencoba menyusuri
anak tangga tersebut. Desir angin yang menerpa pepohonan besar di sekitar kami
membuat suasana semakin terasa sepi dan mencekam ditambah beberapa makam kuno
yang terdapat disamping tangga yang melengkapi aura mistis makin terasa.
Kami pun akhirnya tiba di kuil tersebut, dengan
berkeliling sambil sesekali menghubungi Ricky secara bergantian, kuil tersebut
cukup besar meski terbuat dari kayu,dengan cat berwarna merah yang agak pudar
karena dimakan usia. Wajar saja, kuil ini sudah lama tidak digunakan dan
ditutup, karena alasan yang kurang jelas oleh pemerintah kota. Halaman kuil pun
cukup luas dengan beberapa patung Budha di depan dan sebuah gong besar disisi
kanan bangunan serta terdapat juga sumur tua yang konon pernah menjadi tempat
lokasi bunuh diri oleh seorang wanita beberapa tahun yang lalu sampai cerita
adanya hantu samurai tanpa kepala yang sering kudengar dari orang-orang. Cukup
lama kami berkeliling dan menghubungi Ricky namun tidak dapat kembali dihubungi
seperti biasa. Natasha yang saat itu cukup lelah akhirnya duduk di sisi tangga
kuil, dan aku mencoba masuk kedalam kuil namun karena dikunci aku jadi hanya
bisa mengintip dari celah kecil ukiran yang ada di dinding kuil, lagi-lagi
karena gelap jadi tidak terlihat apapun dari dalam. “Kriing.. Kriiing..” bunyi handphone-ku bordering dan sontak
membuat kami berdua kaget karena hal itu. Akupun mengangakat panggilan
tersebut, ternyata itu adalah ibunya Ricky yang menelpon. Ibunya Ricky menelpon
karena sudah seharian ini tidak pulang katanya.
Natasha pun memintaku untuk pulang karena
sudah waktu sudah hampir sore, dan memang benar karena saat kulihat jam
tanganku sudah menunjukkan pukul 14:45 WIB. Suasana kuil pun semakin gelap
karena cuaca mulai mendung. Kami berdua langsung bergegas pulang. Dijalan aku
dan Natasha pun bingung kemana perginya Dia,kami berdua akhirnya menanyakan hal ini ke kantor Polisi
terdekat tentang keberadaan temanku Ricky. Polisi pun akan segera mencari
keberadaan Dia setelah mereka mengumpulkan keterangan saksi dan keluarga serta
yang lainnya. Akupun pulang mengantarkan Natasha terlebih dahulu kerumahnya,
baru setelah itu aku pulang kerumah. Setibanya dirumah, seperti biasa Cathryn
memarahiku karena pulang terlalu sore tanpa memberi tahu Ia sebelumnya,akupun
hanya diam dan pergi menuju kamarku meninggalkan adikku yang masih cembetut
menatapku dari belakang di ujung bawah tangga. Kulihat kembali jam tanganku
waktu pukul menunjukkan pukul 17:10 WIB, “wajar si Cathryn marah. Maaf ya Cath”
kataku sambil merebahkan diri di kasur. Akupun tertidur. “Kriiing.. kriing..”.
“Sial!” umpatku kesal karena kaget. “Ini kan nomor yang waktu itu” kataku,
segera saja kuangkat panggilan tersebut, namun yang terdengar hanya sebuah
orang yang sedang kelelahan dengan napas terengah-engah seperti habis dikejar oleh
sesuatu. “Halo? Halo? Rick? Lu dimana?”, tanyaku panik, “tuuuut..” “ah kok
putus sih,payah!” kataku kesal sambil memukul dinding tembok kamarku.
Tak lama setelah itu, aku menelpon Natasha
dan menceritakan perihal apa yang kualami tadi. “Kamu yakin itu Ricky? Apa yang
terjadi dengannya Vin?” Tanya Natasha cemas, “nggak tahu Nat,tapi gua yakin itu
Dia. Nomornya sih bukan nomor dia juga,tapi gua yakin dia ada di suatu hutan
atau apalah itu, karena gua denger ada
bunyi pohon-pohon gitu” jawabku terbata-bata. Usai menelpon Natasha, aku
membersihkan diri terlebih dahulu untuk kemudian makan malam bersama adikku. Di
sela-sela makan malam aku menceritakan apa yang terjadi temanku pada adikku, Ia
pun turut mengkhawatirkan apa yang mungkin terjadi pada Ricky. Dia adalah
temanku yang selama ini membantuku dalam mengajari soal musik dan olahraga basket, yang kini jadi kegiatan
favorit untuk menghabiskan waktu luang dengan menumpang bermain di lapangan
basket pribadi milik Natasha. Maklum rumahnya besar dan memiliki segala
fasilitas lengkap di dalamnya. Tubuhnya yang besar dan atletis, kerap kali
menjadi momok tersendiri di sekolah karena tak ada yang berani melawannya.
Untung saja Dia jadi temanku. Tapi itu berbalik dengan sifatnya yang baik dan
penolong, terutama kepada Cathryn adikku. Ricky memang terkadang suka menggoda
adikku yang polos untuk mengajaknya makan dan jalan-jalan bersamanya, namun
sering kali kuhalangi karena kesal dengan ulahnya, walaupun Ia tidak bermaksud
apapun.
Sudah seminggu berlalu sejak hilangnya Ricky, pihak
sekolah pun sudah membantu kepolisian dengan mengumpulkan dan mencari keterangan
bukti apapun mengenai keberadaan sahabatku ini. Ibunda Ricky tidak henti
menangis menunggu kabar dari anak satu-satunya tersebut dirumahnya. Hati
seorang ibu mana yang tak merasa kehilangan anak tunggalnya yang pergi tanpa
ada kabar sedikit pun. Panggilan misterius itu pun terkadang masih sering
menelponku, polisi tetap tidak dapat menemukan lokasi si “penelpon misterius”
tersebut walau sudah tiga hari yang lalu aku melaporkan hal ini, karena tidak
terdeteksi dan tercantum di operator manapun. Akhirnya sore sepulang sekolah
aku, Natasha dan beberapa temanku memutuskan untuk pergi ke kuil tua yang ada
di bukit belakang sekolah. Dengan peralatan lengkap seperti senter, P3K dan
alat keamanan lainnya untuk mencari keberadaan Ricky. Sekitar pukul 15:21 WIB
kami tiba di kuil, dan langsung membagi tiga kelompok yang terdiri dari 3 orang
masing-masing kelompoknya. Aku, Natasha dan Kagawa berada di kelompok 1,
Shigeru, Matsumoto dan Ayumi di kelompok 2, serta Aoyama, Haruka dan Ryan di
kelompok 3. Kami bertiga mulai menysuri jalan setapak yang ada di hutan
tersebut dengan hati-hati, Natasha berjalan disampingku sambil memegang tangan
kiriku dengan erat menggunakan kedua tangannya, sedangkan Kagawa berjalan di
depanku dengan membawa tongkat untuk berjaga-jaga.
Hari pun mulai gelap, suasana hutan yang
mencekam kini semakin mencekam. Kami pun menyalakan senter untuk membantu
menerangi jalan. Aku menghubungi adikku terlebih dahulu bahwa akan pulang malam
karena ada tugas kelompok. Tentu saja aku berbohong, karena tak mau Cathryn
cemas karena aku pergi ke hutan. Suara jangkrik mulai terdengar dari balik
semak-semak, kulihat jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 18:19 WIB.
“Gelap banget Vin.. takut aku” keluh Natasha, “iya, sabar ya Nat. Kan ada gue sama Kagawa, aman kok” aku mencoba
menenangkan dia. Mata kami terus melihat sekeliling sambil sesekali meneriakkan
nama Ricky, senter milikku menyoroti sebuah patung besar tua yang ada di
pinggir jalan setapak, kami bertiga sempat terkejut dan mengira itu adalah
seseorang yang ada dihutan karena tinggi patung tersebut seperti orang dewasa.
Patung tersebut seolah-olah mengamati kita dari tadi dan menunggu untuk mengejutkan
kami bertiga.
Setelah agak lama berkeliling, kami semua
kembali dan berkumpul di kuil untuk memberi laporan pada masing-masing
kelompok, saat ini sudah jam 19:48 malam dan tiba-tiba handphone berbunyi, ternyata itu panggilan dari nomor misterius,
lalu menyalakan loud speaker agar
semuanya mendengar. “…su..dah de
de..kat, sedikit la..gi..”, saat itu juga kami semua refleks ketakutan, aku
yang waktu itu berpikir bahwa Ricky masih selamat, langsung berlari sambil
memegang handphone-ku dan bertanya
pada si penelpon “dimana? Dimana kamu? Gue
udah dekat nih!” teriakku. Yang lain pun mengikuti ku dengan berteriak
memanggil Ricky. Aku berjalan keluar dari jalur setapak cukup jauh tak tentu
arah, sampai pada akhirnya aku menemukan seseorang tergeletak di dekat tumpukan
batu dengan senterku, “tidak mungkin ini Ricky” ucapku berulang kali ketika
berusaha menedekat sambil menyoroti jasad tersebut dengan senterku, dan saat
itu kulihat Ia masih menggunakan seragam sekolah. “Calvin..” teriak Natasha
yang berusaha mendekat ke tempatku disusul yang lainnya. Aku terkejut dan
berteriak “tidaaak..”, ternyata jasad tersebut adalah Ricky sahabatku. Natasha
yang saat itu melihat langsung terjatuh lemas, seolah tak percaya bahwa
temannya telah tewas mengenaskan di dalam hutan. Kemudian kami segera melapor
kepada pihak kepolisian dan orang tua Ricky. Tak lama berselang polisi dan tim
medis pun tiba di lokasi. Kami semua saat itu hanya duduk diam di dekat kuil,
dan masih tidak percaya dengan apa yang kami lihat.
Dua bulan berlalu, hasil investigasi polisi
melaporkan bahwa Ricky tewas sudah seminggu dari semenjak ditemukan. Dengan
luka sayatan panjang ditubuhnya, yang diduga akibat terkena tebasan pedang. Dan
ditemukan juga sebuah HP dengan nomor yang selama ini selalu menelponku, yang
ternyata itu adalah milik Ricky. Saat itu kaget akan hasil laporan tersebut,
karena tidak mungkin Ricky yang menelpon selama ini, tapi suara tersebut benar
adanya bahwa itu adalah suara Ricky. Lalu siapa yang menelponku?. Aku teringat
kembali bahwa saat aku menemukan jasadnya wajah Ricky terlihat seperti
ketakutan. Apa yang Ia lihat sampai ketakutan seperti itu?. Mungkinkah ini ulah
hantu samurai terebut? Lalu kalau memang benar, apa yang dilakukan dia disana?
Pikiran ini terus menggangguku. Akupun lulus sekolah dan melanjutkan kuliah di
universitas terkenal dikotaku, adikku Cathryn kini sekolah di SMA ku dulu, dan Natasha
pindah ke luar negeri bersama ayahnya di Amerika. Namun, setiap kali kulihat
bukit tersebut aku selalu teringat akan Ricky, sahabatku yang akan selalu
kuingat terus kebaikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar