Translate

Selasa, 26 April 2016

Cerpen
Misteri Bukit Belakang Sekolah


Pagi itu aku hampir saja telat untuk pergi ke sekolah, kalau saja temanku Ricky tidak menawariku untuk naik motor bersamanya. “Untung ada lu bro,jadi nggak telat nih gue thank’s bro” kataku sambil menepuk pundak besarnya, Dia pun hanya tertawa menanggapi perkataan tadi dan kembali meminum segelas kopi yang telah ia beli dari kantin sekolah. “Oh ya Vin,lu sore nanti ada kegiatan nggak?”,”ada perlu apaan sih?” tanyaku,”udahlah ikut aja dulu,ntar juga lu tahu” kata Ricky sambil beranjak pergi ke kursinya,akupun hanya diam menanggapi apa yang Ia katakan . Mumpung besok libur juga sih pikirku. Tidak terasa akhirnya jam sekolah pun usai, waktu menunjukkan pukul 13:45 WIB dan aku langsung bergegas pulang ke rumah dengan berjalan kaki.

Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar kemudian menyalakan komputer dan mengerjakan PR, agar nantinya bisa santai pas malam hari. Setelah lama mengerjakan tugas,tiba-tiba adik perempuanku memanggil dari lantai bawah “kak, turun ada temannya nih!”,”pasti si Ricky” pikirku,“iya sebentar..”  ketika turun dari tangga aku terkejut,ternyata yang datang adalah gadis yang jadi idola di sekolah dan kebetulan juga dia teman sekelas gue dari kecil, inilah yang bikin cowok lain iri ke gue karena bisa dekat banget dengannya. “Hei Vin..” sapa gadis tersebut. Namanya Natasha Clifford, Ia adalah wanita cantik keturunan Perancis-Amerika, ayahnya adalah pemilik perusahaan besar di bidang teknologi komunikasi, sedangkan ibunya adalah seorang politikus muda. Inilah mengapa Ia menjadi orang terkaya di sekolahku. Namun, sifatnya yang baik, murah hati dan mudah bergaul inilah yang membuatnya terkenal di sekolah,apalagi ditambah dengan wajah cantik dan juga bentuk tubuh yang layaknya seorang model,bikin para cowok makin rajin ke sekolah.  ”I.. i.. iya Nat,ada apa? Kok tumben”, ah sial apaan sih kok gue jawabnya gitu. “Ini tadi topi kamu ketinggalan nih di kelas,untung nggak aku buang”, “topi.. oh iya,lupa gue  Nat hahaha..” “makanya jadi orang jangan pelupa” katanya sambil sedikit tertawa. Kami pun asyik mengobrol di ruang keluarga, tak lama setelah kami mengobrol akhirnya Natasha pamit pulang karena ada urusan keluarga malamnya.

“Ada yang diapelin nih sore-sore haha..” ledek adikku yang sedang sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam nanti, ”apaan sih kamu, udah sana masak” kataku sambil segera membantu adikku memasak di dapur. Ya memang, dirumah hanya ada kami berdua aku, Calvin dan adik perempuanku, Cathryn yang kini duduk di bangku kelas tiga SMP. Kedua orang tuaku pergi begitu saja ketika aku masih kelas tiga SD dan adikku yang saat itu masih TK, untungnya kemudian kami berdua dirawat oleh paman dan terkadang oleh nenekku. Sudah dua tahun kami tinggal dirumah warisan pemberian nenek. Pukul 18:28 WIB waktu berlalu terasa cepat, Ricky yang mengajakku pergi pun tak kunjung datang sore tadi. Ah sudahlah, mungkin saja dia lupa atau sibuk dengan kegiatan bandnya, tak ambil pusing akupun menonton acara TV favoritku di ruang keluarga sambil menunggu makan malam. Kemudian, aku dan adikku makan malam  dengan dilanjutkan dengan bermain game berdua di PS4 yang baru kubeli minggu lalu, usai bermain aku menyempatkan diri untuk mengunci pintu dan jendela memastikan semuanya aman serta mematikan lampu yang tidak perlu. Adikku pun sudah pergi tidur duluan. Sesampainya dikamar, aku mengambil ponsel dan mengirim pesan ke Ricky, menanyakan kenapa tidak jadi pergi tadi sore.

“Udah jam segini belum bales juga nih orang,tidur apa?” gerutuku kesal. Pukul 10:23 WIB, sudah sejam yang lalu pesanku tidak dibales oleh Ricky. Daripada menunggu lama akupun akhirnya tertidur dengan headset dari iPod yang masih terpasang,memutar lagu-lagu dari DJ Martin Garrix dan lagu dari DJ lainnya. Tiba-tiba aku terbangun karena kaget ada suara telepon yang berdering, ”jam segini siapa yang nelpon sih..” kulihat jam masih menunjukkan pukul 02:30 WIB, hanya sebentar telepon tersebut berdering kemudian mati. Aku malas mengangkat telepon itu karena pusing akibat terbangun secara mendadak. “Ini nomor siapa coba? Ricky bukan, Natasha apalagi” pikirku dalam hati. Lalu aku melanjutkan tidurku kembali sambil merapihkan headset yang sudah terlepas dari telingaku saat tertidur, keatas meja. Pagi itu aku mencoba menelpon kembali nomor tersebut, namun setelah beberapa kali kucoba tetap tidak dapat dihubungi dan hanya ada informasi dari operator bahwa nomor yang dituju sedang berada diluar jangkauan area.

“Kak, aku pergi dulu ya..” Cathryn pamit untuk pergi ke sekolah karena ada eskul renang, “iya, hati-hati Cath..” jawabku. Akhirnya bebas juga aku dirumah. Di sabtu pagi biasanya aku hanya duduk-duduk santai sambil minum teh buatan Cathryn yang nikmat, ditemani biskuit coklat sungguh membuat suasana libur semakin mantap. 30 menit berlalu sudah aku habiskan dengan ngeteh sambil nonton TV, sampai suara bel rumahku berbunyi dan mengejutkanku dari acara santai ini. Kuhampiri lalu kubuka pintu rumah, betapa senang bukan main ternyata itu adalah Natasha yang datang berkunjung ke rumah. Ia tampak santai saat itu,dengan rambutnya yang dikuncir memperlihatkan lehernya yang jenjang serta hanya mengenakan sepatu sandal dan rok berwarna krem yang menutupi lutut denhgan atasan balutan kaus berwarna biru bertuliskan “Geek”. “Ada apa Nat? Pagi-pagi begini” tanyaku, memang saat itu waktu masih menunjukkan pukul 08:36 WIB dan biasanya Dia main ke rumahku di siang hari setiap sabtu untuk membantu adikku memasak.

“Vin, kamu lihat Ricky nggak semalam?” tanya Natasha, “nggak,dari kemarin sore dia juga belum ada kabar Dia kemana” jawabku sambil mengajak Natasha masuk ke ruang tamu. “Itu tadi teman satu bandnya menanyaiku di jalan.. karena sudah dari semalam nggak datang buat latihan dan susah untuk dihubungi” kata Natasha cemas. Aku heran saat itu karena Ricky tidak pernah absen untuk urusan hal itu, karena ia adalah seorang vokalis grup bandnya tersebut. “Apa mungkin dia pergi ke sana ya” kataku, “kesana? Kemana Vin?” tanya Natasha heran melihatku cemas. “Iya, Dia akhir-akhir ini sering membicarakan soal misteri yang ada di kuil bukit belakang sekolah kita. Apa jangan-jangan Dia pergi kesana ya?” kataku bingung, “Ngapain juga dia kesitu Vin, memangnya ada apa disana?” tanya Natasha heran, “entahlah, bagaimana kalau kita kesana Nat?” tanyaku kembali. Natasha diam sejenak dan menganggukkan kepala sambil berkata “ok, kita berangkat sekalian malam mingguan kan?” tanyanya tersenyum, “Hahaha iya deh iya..” jawabku kegirangan, “YES! Traktir ya Vin..” jawab Natasha antusias. Akupun hanya tertawa sambil berjalan ke tangga.

Suasana kota cukup ramai siang ini, banyak kendaraan pribadi yang keluar dijalan menyebabkan kepadatan lalu lintas, serta orang-orang yang  berjalan di setiap sudut pertokoan pinggir jalan dan taman kota mencari tempat untuk mengahabiskan akhir pekan. Aku dan Natasha asyik mengobrol dengan segelas cup es serut vanila dengan potongan buah-buahan, di taman. Setelah itu, kami pun melanjutkan perjalanan ke bukit belakang sekolah dengan berjalan kaki, karena letak sekolah tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya berjarak kurang lebih 6 menit dari taman kota dan 12 menit dari rumahku. Sesampainya di bukit, aku dan Natasaha menyempatkan untuk melihat pemandangan kota,siang ini sekitar pukul 12:53 WIB cuaca cukup berawan jadi tidak terlalu panas. Di pinggir jalan bukit tidak jauh dari tempat kami melihat pemandangan, terdapat sebuah tangga menuju kuil tua,yang terkenal akan cerita mistisnya,Natasha memegang tanganku erat sembari kami berdua mencoba menyusuri anak tangga tersebut. Desir angin yang menerpa pepohonan besar di sekitar kami membuat suasana semakin terasa sepi dan mencekam ditambah beberapa makam kuno yang terdapat disamping tangga yang melengkapi aura mistis makin terasa.

Kami pun akhirnya tiba di kuil tersebut, dengan berkeliling sambil sesekali menghubungi Ricky secara bergantian, kuil tersebut cukup besar meski terbuat dari kayu,dengan cat berwarna merah yang agak pudar karena dimakan usia. Wajar saja, kuil ini sudah lama tidak digunakan dan ditutup, karena alasan yang kurang jelas oleh pemerintah kota. Halaman kuil pun cukup luas dengan beberapa patung Budha di depan dan sebuah gong besar disisi kanan bangunan serta terdapat juga sumur tua yang konon pernah menjadi tempat lokasi bunuh diri oleh seorang wanita beberapa tahun yang lalu sampai cerita adanya hantu samurai tanpa kepala yang sering kudengar dari orang-orang. Cukup lama kami berkeliling dan menghubungi Ricky namun tidak dapat kembali dihubungi seperti biasa. Natasha yang saat itu cukup lelah akhirnya duduk di sisi tangga kuil, dan aku mencoba masuk kedalam kuil namun karena dikunci aku jadi hanya bisa mengintip dari celah kecil ukiran yang ada di dinding kuil, lagi-lagi karena gelap jadi tidak terlihat apapun dari dalam. “Kriing.. Kriiing..” bunyi handphone-ku bordering dan sontak membuat kami berdua kaget karena hal itu. Akupun mengangakat panggilan tersebut, ternyata itu adalah ibunya Ricky yang menelpon. Ibunya Ricky menelpon karena sudah seharian ini tidak pulang katanya.

Natasha pun memintaku untuk pulang karena sudah waktu sudah hampir sore, dan memang benar karena saat kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 14:45 WIB. Suasana kuil pun semakin gelap karena cuaca mulai mendung. Kami berdua langsung bergegas pulang. Dijalan aku dan Natasha pun bingung kemana perginya Dia,kami berdua  akhirnya menanyakan hal ini ke kantor Polisi terdekat tentang keberadaan temanku Ricky. Polisi pun akan segera mencari keberadaan Dia setelah mereka mengumpulkan keterangan saksi dan keluarga serta yang lainnya. Akupun pulang mengantarkan Natasha terlebih dahulu kerumahnya, baru setelah itu aku pulang kerumah. Setibanya dirumah, seperti biasa Cathryn memarahiku karena pulang terlalu sore tanpa memberi tahu Ia sebelumnya,akupun hanya diam dan pergi menuju kamarku meninggalkan adikku yang masih cembetut menatapku dari belakang di ujung bawah tangga. Kulihat kembali jam tanganku waktu pukul menunjukkan pukul 17:10 WIB, “wajar si Cathryn marah. Maaf ya Cath” kataku sambil merebahkan diri di kasur. Akupun tertidur. “Kriiing.. kriing..”. “Sial!” umpatku kesal karena kaget. “Ini kan nomor yang waktu itu” kataku, segera saja kuangkat panggilan tersebut, namun yang terdengar hanya sebuah orang yang sedang kelelahan dengan napas terengah-engah seperti habis dikejar oleh sesuatu. “Halo? Halo? Rick? Lu dimana?”, tanyaku panik, “tuuuut..” “ah kok putus sih,payah!” kataku kesal sambil memukul dinding tembok kamarku.

Tak lama setelah itu, aku menelpon Natasha dan menceritakan perihal apa yang kualami tadi. “Kamu yakin itu Ricky? Apa yang terjadi dengannya Vin?” Tanya Natasha cemas, “nggak tahu Nat,tapi gua yakin itu Dia. Nomornya sih bukan nomor dia juga,tapi gua yakin dia ada di suatu hutan atau apalah itu, karena gua denger ada bunyi pohon-pohon gitu” jawabku terbata-bata. Usai menelpon Natasha, aku membersihkan diri terlebih dahulu untuk kemudian makan malam bersama adikku. Di sela-sela makan malam aku menceritakan apa yang terjadi temanku pada adikku, Ia pun turut mengkhawatirkan apa yang mungkin terjadi pada Ricky. Dia adalah temanku yang selama ini membantuku dalam mengajari soal musik dan  olahraga basket, yang kini jadi kegiatan favorit untuk menghabiskan waktu luang dengan menumpang bermain di lapangan basket pribadi milik Natasha. Maklum rumahnya besar dan memiliki segala fasilitas lengkap di dalamnya. Tubuhnya yang besar dan atletis, kerap kali menjadi momok tersendiri di sekolah karena tak ada yang berani melawannya. Untung saja Dia jadi temanku. Tapi itu berbalik dengan sifatnya yang baik dan penolong, terutama kepada Cathryn adikku. Ricky memang terkadang suka menggoda adikku yang polos untuk mengajaknya makan dan jalan-jalan bersamanya, namun sering kali kuhalangi karena kesal dengan ulahnya, walaupun Ia tidak bermaksud apapun.

Sudah  seminggu berlalu sejak hilangnya Ricky, pihak sekolah pun sudah membantu kepolisian dengan mengumpulkan dan mencari keterangan bukti apapun mengenai keberadaan sahabatku ini. Ibunda Ricky tidak henti menangis menunggu kabar dari anak satu-satunya tersebut dirumahnya. Hati seorang ibu mana yang tak merasa kehilangan anak tunggalnya yang pergi tanpa ada kabar sedikit pun. Panggilan misterius itu pun terkadang masih sering menelponku, polisi tetap tidak dapat menemukan lokasi si “penelpon misterius” tersebut walau sudah tiga hari yang lalu aku melaporkan hal ini, karena tidak terdeteksi dan tercantum di operator manapun. Akhirnya sore sepulang sekolah aku, Natasha dan beberapa temanku memutuskan untuk pergi ke kuil tua yang ada di bukit belakang sekolah. Dengan peralatan lengkap seperti senter, P3K dan alat keamanan lainnya untuk mencari keberadaan Ricky. Sekitar pukul 15:21 WIB kami tiba di kuil, dan langsung membagi tiga kelompok yang terdiri dari 3 orang masing-masing kelompoknya. Aku, Natasha dan Kagawa berada di kelompok 1, Shigeru, Matsumoto dan Ayumi di kelompok 2, serta Aoyama, Haruka dan Ryan di kelompok 3. Kami bertiga mulai menysuri jalan setapak yang ada di hutan tersebut dengan hati-hati, Natasha berjalan disampingku sambil memegang tangan kiriku dengan erat menggunakan kedua tangannya, sedangkan Kagawa berjalan di depanku dengan membawa tongkat untuk berjaga-jaga.

Hari pun mulai gelap, suasana hutan yang mencekam kini semakin mencekam. Kami pun menyalakan senter untuk membantu menerangi jalan. Aku menghubungi adikku terlebih dahulu bahwa akan pulang malam karena ada tugas kelompok. Tentu saja aku berbohong, karena tak mau Cathryn cemas karena aku pergi ke hutan. Suara jangkrik mulai terdengar dari balik semak-semak, kulihat jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul 18:19 WIB. “Gelap banget Vin.. takut aku” keluh Natasha, “iya, sabar ya Nat. Kan ada gue sama Kagawa, aman kok” aku mencoba menenangkan dia. Mata kami terus melihat sekeliling sambil sesekali meneriakkan nama Ricky, senter milikku menyoroti sebuah patung besar tua yang ada di pinggir jalan setapak, kami bertiga sempat terkejut dan mengira itu adalah seseorang yang ada dihutan karena tinggi patung tersebut seperti orang dewasa. Patung tersebut seolah-olah mengamati kita dari tadi dan menunggu untuk mengejutkan kami bertiga.

Setelah agak lama berkeliling, kami semua kembali dan berkumpul di kuil untuk memberi laporan pada masing-masing kelompok, saat ini sudah jam 19:48 malam dan tiba-tiba handphone berbunyi, ternyata itu panggilan dari nomor misterius, lalu menyalakan loud speaker agar semuanya  mendengar. “…su..dah de de..kat, sedikit la..gi..”, saat itu juga kami semua refleks ketakutan, aku yang waktu itu berpikir bahwa Ricky masih selamat, langsung berlari sambil memegang handphone-ku dan bertanya pada si penelpon “dimana? Dimana kamu? Gue udah dekat nih!” teriakku. Yang lain pun mengikuti ku dengan berteriak memanggil Ricky. Aku berjalan keluar dari jalur setapak cukup jauh tak tentu arah, sampai pada akhirnya aku menemukan seseorang tergeletak di dekat tumpukan batu dengan senterku, “tidak mungkin ini Ricky” ucapku berulang kali ketika berusaha menedekat sambil menyoroti jasad tersebut dengan senterku, dan saat itu kulihat Ia masih menggunakan seragam sekolah. “Calvin..” teriak Natasha yang berusaha mendekat ke tempatku disusul yang lainnya. Aku terkejut dan berteriak “tidaaak..”, ternyata jasad tersebut adalah Ricky sahabatku. Natasha yang saat itu melihat langsung terjatuh lemas, seolah tak percaya bahwa temannya telah tewas mengenaskan di dalam hutan. Kemudian kami segera melapor kepada pihak kepolisian dan orang tua Ricky. Tak lama berselang polisi dan tim medis pun tiba di lokasi. Kami semua saat itu hanya duduk diam di dekat kuil, dan masih tidak percaya dengan apa yang kami lihat.

Dua bulan berlalu, hasil investigasi polisi melaporkan bahwa Ricky tewas sudah seminggu dari semenjak ditemukan. Dengan luka sayatan panjang ditubuhnya, yang diduga akibat terkena tebasan pedang. Dan ditemukan juga sebuah HP dengan nomor yang selama ini selalu menelponku, yang ternyata itu adalah milik Ricky. Saat itu kaget akan hasil laporan tersebut, karena tidak mungkin Ricky yang menelpon selama ini, tapi suara tersebut benar adanya bahwa itu adalah suara Ricky. Lalu siapa yang menelponku?. Aku teringat kembali bahwa saat aku menemukan jasadnya wajah Ricky terlihat seperti ketakutan. Apa yang Ia lihat sampai ketakutan seperti itu?. Mungkinkah ini ulah hantu samurai terebut? Lalu kalau memang benar, apa yang dilakukan dia disana? Pikiran ini terus menggangguku. Akupun lulus sekolah dan melanjutkan kuliah di universitas terkenal dikotaku, adikku Cathryn kini sekolah di SMA ku dulu, dan Natasha pindah ke luar negeri bersama ayahnya di Amerika. Namun, setiap kali kulihat bukit tersebut aku selalu teringat akan Ricky, sahabatku yang akan selalu kuingat terus kebaikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar