Peraturan dan Regulasi (UU No.36 Tentang
Telekomunikasi)
UU No.36 tentang
Telekomunikasi
Azas dan Tujuan
Telekomunikasi
Telekomunikasi diselenggarakan
berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,
kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam menyelenggarakan
telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional
dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum,
dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memprhatikan pula asas keamanan,
kemitraan, dan etika. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi
khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil
guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan
pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas
ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan
kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan
hasil- hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa
pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan
memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara
telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
Asas kepercayaan pada diri sendiri,
dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional
secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat
meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa
dalam menghadapi persaingan global.
Asas kemitraan mengandung makna
bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang
harmonis, timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Asas
keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan
faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya. Asas
etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi
oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Telekomunikasi diselenggarakan
dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain,
melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah.
Didalam UU no.36 th.1999 terdapat
pasal yang menyebutkan tentang azas dan tujuan yaitu terdapat pada
Pasal 2:
“Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan
kepercayaan pada diri sendiri”
Pasal 3:
“Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan
kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.”
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Dalam rangka efektivitas pembinaan,
pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara
telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang
demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah
melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan
yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian
dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di
bidang telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini
keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha
telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan
telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta
masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara
peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Setelah mengetahui pasal yang
menyebutkan azas dan tujuan di UU no.36 th.1999 disebutkan juga tentang
penyelenggaraan telekomunikasi yaitu:
Pasal 7:
Ayat1: “Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraaan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.”
Dari pasal 7 juga disebutkan dalam
ayat 2: ”hal-hal yang diperhatikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi sebagai
berikut :
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan
tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.”
Jadi dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud
tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang
dijelaskan pada pasal 8 ayat 1 dan 2:
Ayat 1: “Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7
ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan
untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku,
yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi;”
Ayat 2: “Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah ;
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi;”
Penyidikan, Sanksi Administratif, dan Ketentuan
Pidana
Ada dua belas ketentuan dalam
undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan
izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis. Pengenaan sanksi
adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya pemerintah dalam
rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi. Keduabelas
alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu adalah terhadap:
· Setiap
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam pelayanan;
· Penyelenggara
telekomunikasi tidak memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
· Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih
jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
· Penyelenggara
telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi
yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau
ketertiban umum;
· Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta
oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya;
· Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak
membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase
pendapatan;
· Penyelenggara
telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan
negara yang menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara
telekomunikasi lainnya;
· Penyelenggara
telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan
telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi lainnya tetapi tidak
digunakan untuk keperluan penyiaran;
· Pengguna
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak mendapat izin dari
Pemerintah;
· Pengguna
spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan yang saling menggaggu.
· Pengguna
spektrum frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang
besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
Pengguna orbit satelit yang tidak membayar biaya hak
penggunaan orbit satelit.
Dalam UU no.36 th.1999 juga terdapat pasal yang
menyangkut tentang penyidikan yaitu terdapat pada pasal 44 ayat 1 dan ayat 2.
Ayat 1:” Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.”
Ayat 2:” Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan
atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan
atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
c. Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai saksi atau tersangka;
e. Melakukan pemeriksaan alat dan atau
perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. Menggeledah tempat yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g. Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat
telekomuniksi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di
bidang telekomunikasi;
h. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
i. Mengadakan penghentian penyidikan.”
Selain Undang-undang Hukum acara
pidana di UU no.36 th.1999 juga disebutkan pasal yang mengenai sanksi-sanksinya
yaitu pasal 45 dan pasal 46. Untuk ketentuan Pidana disebutkan pada pasal 47
sampai pasal 59.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar