Undang-Undang
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Peraturan Bank Indonesia Tentang Internet Banking
Saat ini pemanfaatan teknologi
informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh aktivitas masyarakat.
Bahkan dalam dunia perbankan hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem
pembayaran dilakukan secara elektronik.
Perkembangan teknologi informasi ini
telah memaksa pelaku usaha mengubah strategi bisnisnya dengan menempatkan
teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Pelayanan
electronic transaction melalui internet banking (e-banking) merupakan salah
satu bentuk baru dari delivery channel pelayanan bank yang mengubah pelayanan
transaksi manual menjadi pelayanan transaksi oleh teknologi.
Internet Banking (e-banking) adalah
salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh
informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui
jaringan internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan
jelas keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak
memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum.
E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan perbankan,
sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti layaknya bank
konvensional.
Penyelenggaraan e-banking sangat
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Dalam kenyataannya pada satu
sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di
sisi lain membuatnya semakin beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan e-banking adalah internet fraud atau penipuan melalui
internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai
korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki
kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan
kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh
e-banking antara lain:
Informational Internet Banking:
pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan
internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi.
Communicative Internet Banking: pelayanan jasa bank
kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interkasi dengan bank
penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi
transaksi.
Transactional Internet Banking:
pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank
penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi.
Oleh karena itu, perbankan harus
meningkatkan keamanan e-banking seperti melalui standarisasi pembuatan aplikasi
e-banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam e-banking dan pemberian
informasi yang jelas kepada user.
Ketentuan/peraturan untuk
memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system
informasu oleh bank.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen.
Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip
mengenai nasabah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal
20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas
Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
Payung hukum setingkat
undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga saat
ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana kejahatan dunia
maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada
di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat, pencurian, penggelapan, penipuan,
penadahan, serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang tindak
pidanan pencucian uang dan Undang-undang tentang merek.
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu
saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus
operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali
menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat
bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding
dengan kerugian yang diderita oleh si korban.
Terkait dengan hal-hal tersebut,
kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan
Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi
faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat
memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan
berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya
adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat penegak hukum
termasuk di dalamnya law enforcement.
Kesimpulan :
Dalam bidang informasi dan
transaksi banyak kejahatan-kejahatan yang masih banyak ditemukan. Adanya
peraturan dan regulasi sangat dibutuhkan diberbagai bidang dan adanya hal
tersebut keamanan dan kenyamanan dapat tercipta. Semakin banyak pihak-pihak
yang tidak berwenang yang berbuat semena-mena. Walaupun peraturan sudah ada dan
diterapkan masih banyak yang melakukan kejahatan. Bagaimana kalau peraturan itu
tidak ada dan tidak diterapkan? Mungkin Negara ini akan lenyap perlahan-lahan.
Maka dari itu peraturan yang dibuat harus dipertegas dan dibuat hukuman jera
agar pihak yang melakukan kejahatan akan jera.
Sumber Materi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar